selamat hari raya

NYEPI

SEJARAH DAN MAKNA

Sejatinya, seluruh rangkaian Hari Raya Nyepi dalam memperingati pergantian Tahun Baru Saka merupakan kesempatan bagi semua makhluk untuk mengalami dialog spiritual agar kehidupan selalu seimbang dan harmonis, sejahtera dan damai.

Sejarah Perayaan Tahun Baru

Nyepi adalah sebuah momen yang sangat spesial dimana umat Hindu Bali mendedikasikan sepenuhnya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan (Hyang Widi Wasa) melalui serangkaian upacara, doa, puasa, dan meditasi. Di antara banyak perayaan yang diadakan orang Bali sepanjang tahun, upacara keagamaan dinilai sangat penting dan tidak boleh dilewatkan.

Tahun Baru Hindu, berdasarkan penanggalan Saka, dimulai pada tahun 78 Masehi. Agama Hindu yang kala itu berasal dari India dimulai pada saat negara tersebut mengalami krisis dan konflik sosial yang berkepanjangan, dimana setelah melalui perselisihan yang panjang, Raja Kaniskha I dinobatkan pada tanggal 1 (satu hari setelah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka , pada bulan Maret 78 M.

Sejak saat itu, peringatan tanggal Saka baru dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinannya dalam menyatukan bangsa yang sebelumnya berperang karena perbedaan keyakinan agama. Oleh karena itu, Tahun Baru Saka diperingati sebagai hari kebangkitan, persatuan, toleransi, dan perdamaian.

Upacara Pertama: Melasti

Sebuah ritual penyucian yang dipersembahkan kepada Hyang Widhi Wasa, dengan mengambil air suci dari laut yang nantinya akan digunakan untuk membersihkan benda-benda suci seperti Arca, Pratima, dan Pralingga milik beberapa pura desa. Meskipun Melasti tidak dilaksanakan serentak di Bali, namun pasti akan selalu diadakan sebelum Nyepi.

Maksud dari ritual penyucian ini adalah untuk “membersihkan” diri kita masing-masing (bhuana alit) dan alam semesta (bhuana agung). Perolehan air suci itu disebut Tirta Amerta, air/ sumber kehidupan. Orang Bali mengenakan pakaian adat lengkap berwarna putih saat melakukan upacara, dan semuanya berkumpul di tepi pantai atau di dekat sumber mata air maupun danau, sebagai pernyataan simbolis melepaskan masa lalu dan membuangnya ke laut. .

Ritual serupa juga dapat dijumpai diluar Bali, tepatnya di Pantai Balekambang di pesisir selatan Malang, Jawa Timur; itu adalah ritual Jalani Dhipuja.

Upacara Kedua: Parade Bhuta Yajna & Ogoh Ogoh

Upacara Bhuta Yajna atau lebih dikenal dengan Pengerupukan dilakukan sehari sebelum Nyepi yang ditandai dnegan parade Ogoh Ogoh guna menetralisir kekuatan negatif dan menciptakan keseimbangan dengan Tuhan, Umat Manusia, dan Alam. Ritual ini juga dimaksudkan untuk menenangkan Batara Kala (Dewa Dunia Bawah dan Kehancuran) dengan menghaturkan Pecaruan.

Saat matahari terbenam, antara jam 5-6 sore, upacara Pengrupukan berlangsung di jalanan utama setiap kelurahan di bali. Secara mendadak jalanan Bali akan dipenuhi para pejalan kaki, para warga Bali pria dari anak-anak hingga dewasa bekerja sama mengarak patung-patung Ogoh-ogoh kreasi mereka, dengan penuh semangat sembari diiringi alunan alat musik tradisional, gamelan, drum dan kulkul (semacam kentongan bambu tradisional).

Meskipun ritual ini dapat disaksikan di seluruh pulau bali, namun area Kuta, Seminyak, Gianyar, dan Sanur seringkali menawarkan parade yang lebih semarak. Setiap desa membuat setidaknya satu Ogoh-Ogoh yang spektakuler dan dengan bangga mereka akan melakukan pengarakan hingga keseluruhan prosesnya.

Upacara Ketiga: Nyepi

Puncak rangkaian Hari Raya Nyepi terjadi keesokan harinya setelah pengerupukan, terhitung mulai pukul 6 pagi hingga 6 pagi hari berikutnya. Pada hari ini secara khusus didedikasikan untuk refleksi diri dan mempersiapkan jiwa dalam menyambut tahun yang baru. Seluruh umat Hindu di Bali secara khusyuk mengamalkan empat sila Catur Brata:

Amati Geni: Tidak menyalakan api atau cahaya, termasuk segala perangkat yang tersambung dengan listrik.
Amati Karya: Tidak melakukan aktivitas fisik dalam bentuk apapun kecuali hal-hal yang didedikasikan untuk “pembersihan” dan pembaruan spiritual.
Amati Lelunganan: Tidak bepergian.
Amati Lelanguan: Puasa dan tidak ada pesta pora/hiburan diri atau melakukan kegiatan untuk menghibur diri, termasuk memuaskan selera manusia yang tidak menyenangkan.

Upacara Keempat : Ritual Ngembak Agni / Labuh Brata

Upacara berikutnya dikenal sebagai Ngembak Agni/ Geni, atau Labuh Brata, yang menandai berakhirnya rangkaian Hari Raya Nyepi. Umat Hindu di Bali biasanya menghabiskan waktu mereka pada hari ini dengan mengunjungi keluarga mereka, bersilaturahmi dengan tetangga dan kerabat, serta bermain di pantai atau tempat wisata lainnya.

Pada hari ini aktivitas sosial kembali aktif dengan cepat, walaupun kebanyakan sekolah di Bali masih meliburkan kegiatan belajar mengajarnya. Kantor, pertokoan dan bisnis esensial juga sudah beroperasi kembali dengan normal.

Perlu diketahui jika, beda daerah di Bali, beda pula cara merayakan Ngembak Agni. Salah satu acara yang relatif terkenal adalah Omed-Omedan yang dapat ditemukan di Sesetan-Denpasar, di mana para remaja yang belum menikah dipasangkan bersama dan harus berciuman sebagai bagian dari perayaan yang unik ini. Tempat-tempat lain seperti Kedonganan memiliki kegiatan yang menyenangkan seperti mandi lumpur atau yang juga dikenal sebagai mebuug-buugan, di mana keluarga desa setempat beramai-ramai bermain lumpur di hutan bakau yang berlokasi di dekat bandara. Beberapa keluarga juga memilih mengisi waktu liburan mereka dengan berjalan-jalan di area sekitar pantai Kuta yang biasanya akan dibanjiri pasar “kaget”.

Nyepi in Bali

Balinese New Year